Penonton yang tadinya adem ayem sontak terbangun. Segala jenis kamera refleks mengarah ke area kompetisi. Semua ini karena penampakan seorang gadis cilik berumur 8 tahun, yang secara mengejutkan tampil sebagai peserta kompetisi Indonesia Blending and Brewing Championship (IBBC), 5 Desember 2016 yang lalu di Semarang.

Gadis cilik ini bernama Calista. Ia berdiri bersama dengan para kontestan lain yang tingginya hampir dua kali lipat dirinya. Calista resmi menjadi peserta termuda di kompetisi ini. Di samping dirinya, ada beberapa peserta belia lain yang masih duduk di bangku SMP dan SMA.

Penggagas ajang kompetisi IBBC, Evani Jesslyn, mengungkapkan memang pada awal nya ide kompetisi ini adalah kompetisi santai dan terbuka untuk segala kalangan. Namun ketika kompetisi dipromosikan, terhitung ada 80 peserta yang mendaftar untuk mengikuti kompetisi Indonesia Blending and Brewing Championship. Mereka berasal dari Semarang, Yogyakarta, Jakarta, Pekanbaru bahkan hingga Banjarmasin.

jateng-coffee-fest-ibbc-2016-lomba-blending-and-brewing-calista-ibbc-penyisihan-4

Si penyeduh cilik berusia 8 tahun, Calista, berlaga di babak penyisihan menuju 10 besar IBBC 2016.

jateng-coffee-fest-ibbc-2016-lomba-blending-and-brewing-siapa-ngapain-1

jateng-coffee-fest-ibbc-2016-lomba-blending-and-brewing-ardy-maulana-office-coffee-banjarmasin-ibbc-40-besar-2

jateng-coffee-fest-ibbc-2016-lomba-blending-and-brewing-siapa-ngapain-3

Indonesia Blending and Brewing Championship (IBBC) hadir satu paket dengan Indonesia Roasting Championship (IRC). Dua kompetisi ini merupakan bagian dari Jateng Coffee Festival yang diadakan pada tanggal 4-6 Desember 2016 yang lalu di Semarang.

IBBC merupakan kompetisi yang terbilang unik. Di sini, barista tidak hanya dituntut untuk unjuk gigi kemampuan seduh (brewing) mereka, namun juga mencampur beberapa biji kopi menjadi sebuah coffee blend.

Evani Jesslyn mengaku ia tidak memiliki patokan untuk mengadakan IBBC. Sebelum memutuskan untuk menyelenggarakan kompetisi ini, Evani sempat berkonsultasi dengan mentornya di Italia untuk bisa mendapatkan referensi kompetisi serupa. Namun menurut mentornya, kompetisi seperti ini belum pernah di adakan di manapun. Dan ketika Evani bertanya “Is it possible?” (‘Apakah itu mungkin?’–red), mentornya langsung menjawab “It’s very possible, just do it!” (‘Sangat mungkin, lakukan saja!’)

Lokasi semi-outdoor pun menjadikan kompetisi ini terkesan lebih santai. Beberapa penonton, yang kebanyakan merupakan penggiat di komunitas kopi pun, tampak berkumpul dan berbincang satu sama lain di area kompetisi.

ibbc-2016-lomba-blending-brewing-ardy-maulana-finalis-juara-2-ibbc-jateng-coffee-fest-4

ibbc-2016-lomba-blending-brewing-finalis-para-peserta-jateng-coffee-fest-2

jateng-coffee-fest-ibbc-atau-irrc-ibbc-briefing-1

Briefing para peserta, sesaat sebelum babak penyisihan 10 besar IBBC 2016.

header_jateng-coffee-fest-ibbc-2016-strada-lomba-blending-brewing-1

Lima pilihan biji kopi untuk dicampur dan diseduh oleh para peserta di babak 40 besar IBBC 2016.

Kompetisi dibagi menjadi beberapa babak. Babak penyisihan pertama, yang kemudian disaring menjadi empat puluh orang untuk maju ke babak penyisihan kedua. Kemudian, babak final yang akan menyisakan sepuluh peserta saja.

Teknis dari penjurian pun cukup sederhana. Di babak penyisihan tiga orang juri akan duduk di meja penilaian untuk melakukan cicip rasa buta (blind cupping). Tanpa melihat bagaimana para barista meracik kopinya, tiga juri tersebut akan menilai dari seberapa kaya dan unik rasa dari kopi yang dihasilkan peserta. Sementara itu, Evani Jesslyn sebagai juri kepala (head judge) akan berputar mondar mandir untuk melihat dan menilai proses pembuatan kopi.

Ketika telah tersaring menjadi 40 peserta, tantangan baru pun hadir. Para finalis di minta untuk mencampur beberapa pilihan kopi untuk menjadi sebuah coffee blend. Ada beberapa pilihan biji kopi tersedia disana. Ada Toraja, Flores, Mandheling, Bali dan Malabar. Peserta bisa melakukan cupping untuk mengetahui tekstur rasa dari masing-masing kopi. Kemudian, keempat puluh peserta diminta untuk membuat sebuah 100gr coffee blend dengan menggunakan minimal dua jenis biji kopi. Sebelum tampil, peserta diizinkan membawa pulang 50gr kopi untuk latihan.

Menariknya, para barista belia yang masih duduk di bangku sekolah, termasuk si cilik Calista, turut lolos ke babak 40 besar.

“Saya juga terkejut bahwa ada beberapa anak-anak SMP dan SMA yang berhasil  lolos ke babak 40 besar dan menghasilkan kopi yang baik,” papar Evani kepada kami. “Tambah lagi ada Calista yang berumur 8 tahun juga lolos.”

jateng-coffee-fest-ibbc-2016-lomba-blending-and-brewing-evani-juri-brew-untuk-pengunjung-8

Keesokan harinya, keempat puluh peserta yang terpilih kembali bertanding. Juri menggunakan metode yang sama untuk penilaian di babak ini. Dan seperti yang terus menerus diserukan oleh MC selama pertandingan, “Rasa adalah segalanya.”

Ya, rasa masih menjadi bagian terpenting di babak ini.

Seusai empat puluh besar, kini juri kembali memilih sepuluh orang yang berhak masuk ke dalam babak final. Kali ini, hanya kaum professional yang tersisa. Jika bukan barista, mereka yang masuk ke babak tak lain dari pemilik sebuah kedai kopi.

Di babak ini, para peserta diminta untuk memperesentasikan coffee blend milik mereka sembari menyajikannya kepada dewan juri. Selain rasa, teknik penyajian  dan presentasi peserta juga turut jadi penilaian.

Untuk IBBC, Juara III di raih oleh Ivan Baihaqi dari Risa Café Batang, Juara II diraih oleh Ardy Maulana dari Office Coffee Banjarmasin, dan Juara I diraih oleh Nana Fatin dari Coffee and Beyond Pekalongan.

Bagi ketiga pemenang, ajang ini merupakan ajang kompetisi perdana. Sang peraih juara III, Ivan Baihaqi, bahkan baru mempelajari kopi secara serius selama tujuh bulan.

ibbc-2016-lomba-blending-brewing-para-pemenang-ivan-baihaqi-ardy-maulana-nana-jateng-coffee-fest-1

Para pemenang IBBC 2016, kiri ke kanan: Ivan Baihaqi (Juara III), Ardy Maulana (Juara II), Nana Fatin (Juara I).

jateng-coffee-fest-ibbc-2016-lomba-blending-and-brewing-para-juri-proses-penjurian-kiri-ke-kanan-mas-pepeng-michael-aditya-iskandar-yohannes-evani-jesslyn

Para juri IBBC 2016, yang juga menjuri di ajang IRC, kiri ke kanan: Pepeng (Klinik Kopi), Michael Iskandar (Afaba Roastery), Yohannes (Fine Kofie Semarang), Evani Jesslyn (Strada Coffee Semarang).

Pepeng, pemilik Klinik Kopi Yogyakarta yang menjadi juri IBBC dan IRRC sekaligus, berpendapat bahwa kompetisi ini tidak hanya menebar pengaruh kepada para peserta, namun juga para penonton.

“Orang-orang yang nonton disini, besok pasti akan penasaran dan ikut,” ujar Pepeng. “Minimal mereka akan mulai familiar dengan alur kompetisi kopi.”

Haryo, salah satu dari juri IBBC dan IRC serta penggiat kopi senior di Jawa Tengah berpendapat bahwa event ini sangat positif bagi industri kopi di Jawa Tengah.

Indonesia Blending and Brewing Championship (IBBC) dan Indonesia Roasting Championship (IRC) sendiri hadir terpisah dari rangkaian ajang kompetisi barista nasional, Indonesia Coffee Event (ICE), yang berlangsung di Bali, 2-4 Desember 2016 lalu. Ketika kami tanya apakah ada rencana untuk memasukan kompetisi ini kedalam rangkaian acara (ICE), Evani masih belum bisa memastikan karena memang harus banyak diskusi lebih lanjut mengenai hal tersebut.

(Liputan & tulisan oleh Nara Nugroho;
suntingan oleh Klara Virencia;

foto oleh Nara Nugroho;
suntingan foto oleh Andreansyah Dimas.)

Nara Nugroho

About Nara Nugroho

Memiliki sebuah kedai kopi bernama Clapper di kota Semarang. Di tempat itu, dua hal yang cintai bertemu: kopi dan film. Di sela-sela kesibukannya bersama Clapper, Nara masih aktif menulis dan membuat film.

Leave a Reply