Konon, seniman itu kudu kreatif. Bisa berarti jago mencipta, atau pintar mengakal-akali yang sudah ada. Seniman Coffee Studio, sebuah kedai di Ubud, sepertinya termasuk jenis yang kedua.
Berada di Ubud, wilayah Bali yang notabene ‘nyeni’ banget, menurut Gede Robi yang asli Bali, Seniman Coffee Studio alias Seniman Kopi hampir nggak pernah sepi. Leo, pemilik Seniman Kopi, mengenang asal mula kedainya 4 tahun yang lalu.

Leo, pemilik Seniman Kopi. Hobinya berkreasi.
Awalnya Seniman Kopi nggak lebih besar dari sepetak gerobak kaki lima. Kopi yang dibuat pun serba manual dan diracik buat teman-teman tongkrongan saja. Lama kelamaan, gerobak mini itu berkembang jadi Seniman Coffee Studio.
Ada-ada saja akal-akalannya seniman. Kursi putih a la warteg yang memenuhi Seniman Coffee terlihat terayun ke depan dan belakang. Bukan karena mau patah, tapi memang di’akal-akali’ dengan kaki kursi tambahan.

Bangku plastik + kayu jati. Voila! Foto: Seniman Coffee
“Jadi dari meja jati yang nggak dipake, dari lemari yang udah nggak dipake, dibuat jadi seperti ini,” jelas Leo, menjawab ‘keisengan’ kreatif rekan bisnisnya, Rodney Glick.
Kursi yang diberi nama ‘Bar Roker’ ini menjadi ciri khas Seniman Coffee Studio. Selain merakit perabotan sendiri, Seniman Kopi mengolah biji kopinya sendiri di dapur yang nggak kalah nyentriknya: THCR alias Tetap Happy Coffee Roasters.
Rodney Glick, sang pencetus kursi asyik ‘bar rocker’, juga seorang ‘Q’ Grader kopi bersertifikasi SCAA. Tak heran, ia bertanggung jawab atas semua proses pengolahan green bean di studio kopi ini.

Gudang roasting dengan nama nyentrik. Foto: Seniman Coffee

Rodney Glick, si seniman multitalenta. Foto: inijie.com
Tidak cuma punya dapur roasting sendiri, Seniman Kopi juga berhubungan sampai ke petani. 80% dari kopi di kedai ini memang kopi lokal. Kebetulan, para orang asing yang tinggal di Bali memang lebih doyan kopi lokal.
“Mereka lebih pilih kopi lokal. Experience buat mereka juga kan, karena mereka lagi di Indonesia’. Mereka merasakan kopi itu dari ujung Barat sampai Timur,” ujar Leo.
Di antara kopi-kopi itu, kopi Kintamani Bali jadi favorit. “Rata-rata mereka suka, karena mereka enggak expect rasanya bakal kayak gitu,” jelas Leo.
Bali Kintamani sendiri dikenal pahit dan terlalu asam. Memang dasar seniman. Bitterness & acidity (kadar pahit dan asam) tinggi yang jadi ciri Kintamani bukan masalah bagi para ‘Seniman Kopi’. Rahasianya ada di teknik pemanggangannya.
Alhasil, pelanggan pun terkesima. “’Ini yakin kopi dari Bali? Kok rasanya beda?’ Kayak gitu reaksinya,” kisah Leo.
Disadur dari VivaBarista (Annisa ‘Abazh’ Amalia, Gianni Fajri,
Handoko Hendroyono, & tim Maji Piktura)